Problem Pengangguran di Indonesia

shares |

Problem pengangguran terbuka di Indonesia masih belum bisa diatasi oleh pemerintah. Sepanjang 2009-2010, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) hanya mampu menurunkan 1,5 persen dari total pengangguran tahun. Memasuki 2011 pengangguran terbuka sekarang ada pada angka 9,25 juta. Program baru pun disusun Kemenakertrans yakni bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam menyebar informasi lowongan kerja. “Target barunya hingga 2014 pengangguran akan ditekan sekitar tujuh persen hingga tiga persen,” kata Menakertrans Muhaimin Iskandar di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (31/12).

Permasalahan baru yang dihadapi Kemenakertrans, tenaga kerja di Indonesia memiliki tingkat pendidikan yang 50 persen lebih hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). Selain itu jenis kelulusan calon tenaga kerja tidak sesuai dengan peluang yang tersedia. Muhaimin mengatakan, pihaknya kini menggandeng jaringan sosial masyarakat melalui lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Mulai 2011, informasi lowongan kerja akan disebar secara lebih luas dengan memanfaatkan televisi dan lembaga pendidikan. Ada tiga kelompok yang terlibat dalam penyebaran informasi tenaga kerja yakni dunia industri, dunia pendidikan dan pemerintah sebagai fasilitator.“Masyarakat harus mendapat informasi pekerjaan dengan baik. Masyarakat juga harus proaktif sejak dini untuk sering mengakses komunikasi dengan dinas tenaga kerja setempat,? jelasnya.

Penelitian terbaru menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi tidak terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Terutama jika diukur dari tingkat pengangguran dan kemiskinan. Hal itu terlihat di Tanah Air, dimana pertumbuhan ekonomi tinggi kurang berkorelasi dengan penurunan angka pengangguran dan kemiskinan. Efektivitas penggunaan anggaran kemiskinan juga layak dipertanyakan karena tidak mampu mengatasi pengurangan jumlah penduduk miskin dan pengangguran secara signifikan. Pada 2009 dana yang digelontorkan sebesar Rp 71 triliun untuk mengurangi 1,51 juta jiwa penduduk miskin dari awalnya 32,53 juta (2009) menjadi 31,02 juta (2010). Artinya, untuk mengentaskan satu orang miskin selama 2009 dibutuhkan dana Rp 47 juta dan kerap dinilai tidak rasional.

Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI, Wijaya Adi mengatakan, pemerintah lazim memakai data pengangguran terbuka untuk mengukur relasi pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja. Padahal data tersebut tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan riil masyarakat. Karena faktanya pekerja berpenghasilan minim dan pekerja dengan jam kerja di bawah standar tidak dikategorikan pengangguran.
“Karena itu LIPI menggunakan istilah setengah pengangguran bagi mereka yang kerjanya kurang dari 35 jam seminggu untuk lebih menggambarkan kesejahteraan,” kata dia. LIPI mencatat, tingkat warga yang termasuk dalam kategori setengah pengangguran terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Dari 29,64 juta orang pada 2005 menjadi 32,8 juta pada 2010. Diperkirakan pada 2011, jumlah warga dengan kategori setengah pengangguran diproyeksikan meningkat menjadi 34,32 juta orang.

Related Posts

0 komentar:

Posting Komentar