Pasar Kaget, Refleksi Tersingkirnya Pedagang Tradisional

shares |

ika Anda mau jalan-jalan olah raga sambil berbelanja, coba bersama keluarga pergi pagi hari ke Jalan Baru Gas Alam yang membelah wilayah antara Jalan Raya Bogor (Cisalak) tembusan ke Jalan Margonda Raya, Depok. Di sini, Anda bisa 'mandi keringat' sambil mencicipi kuliner dari berbagai daerah yang dijajagi sepanjang jalan itu. Bukan itu saja, pokoknya segala macem keperluan Anda tersedia di pinggir jalan ini. Jika membawa kendaraan roda empat, lebih baik cari parkir dulu yang aman, setelah itu barulah jalan kaki sambil melihat-lihat dan jika ada yang cocok bisa Anda angkat, asal cocok pula harganya.
Di sepanjang jalan ini, sejak jaman krismon, dan selesainya jalan tembus gas alam ke Margonda Raya Depok ini, setiap hari Minggu, berubah menjadi 'Pasar Tumpah'. Pengertian pasar tumpah adalah sama dengan pasar kaget, di mana para pedagang bisa berjualan pada hari-hari tertentu, tanpa harus menyewa lapak segala.
Foto: Iskandar BakrieFoto: Iskandar BakrieNamun, belanja di pasar tumpah pun Anda kudu pinter-pinter nawar dagangan. Sebab, di samping ada pedagang yang memang menjual produknya dengan harga biasa-biasa saja, tapi juga ada yang mencari untung 'kebangetan' dengan menaikkan harga jualnya yang cukup tinggi. Bahkan susah banget harganya ditawar.
Di pasar tumpah ini semua barang seakan mewakili kebutuhan Anda. Sebut saja; alat-alat rumah tangga, pakaian mulai dari batik hingga baju resmi, pohon hias, ikat pinggang, bahkan kredit motor pun ada. Sedangkan kuliner mulai dari nasi uduk Tanah Abang, Lontong sayur Betawi, aneka soto, dan lainnya, tersedia di sini.
Benar-enar tumpah  [foto: iskandar Bakrie]"Jualan di sini tidak perlu repot-repot, Pak. Subuh kita gelar dagangan, siangan dikit kita bubaran. Kita gak usah sewa lapak segala. Cukup seminggu sekali kita datang ke sini, barang pun habis," ujar salah seorang wanita pedagang pakaian kepada TNOL.
Gesper atau ikat pinggang kulit bisa 'diangkat' seharga Rp 35.000.- aneka kemeja batik mulai dari harga Rp 40.000 hingga Rp 75.000.- celana kolor batik panjang Rp 20.000.- Belum lagi binatang peliharaan seperti amster, kelinci, dsb.
Foto: Iskandar BakrieFoto: Iskandar BakriePada pedagang dadakan ini umumnya menempati trotoar di sepanjang jalan itu. Macet nggak? Pastilah macet. Kok nggak dilarang sama Pemkot Depok? Inilah kearifan lokal. Nampaknya, pemerintah Madya Depok tidak menggubris keberadaan para pedagang pasar tumpah ini.
Macam mana kearifan lokal ini?
Bisa jadi pemerintah Kodya Depok memberikan angin mengenai keberadaan para pedagang ini lantaran mereka semakin tersingkir. Mau sewa di mal mahal kali harganya. Sedangkan produk yang mereka jual adalah produk yang segmented-nya orang kecil.
Hingga ke jembatan [Foto: Iskandar Bakrie]Di sisi lain, semakin banyaknya bermunculan pasar kaget atau pasar tumpah ini merupakan refleksi atas ketimpangan sosial yang tengah terjadi, mengingat para kapitalis semakin melebarkan sayap usahanya secara serampangan di berbagai sudut-sudut wilayah kota. Sebut saja di sepanjang Jalan Raya Margonda, berapa mal dan berapa plaza yang sudah berdiri? Dan siapa saja pemilik properti tersebut? Adakah kemudahan bagi para pedagang tradisional untuk bisa menempati areal jualan mereka dengan harga yang terjangkau? Jawabannya; Tidak!
Namun, para pedagang tradisional memang harus menghadapi tantangan besar, yang akhirnya tidak memiliki tempat usaha yang memadai lagi. Berapa banyak pasar-pasar tradisional yang tiba-tiba 'terbakar' (maaf pakai tanda petik untuk membedakan mana kebakaran betul dan mana yang sengaja dibakar). Dan setelah kejadian 'terbakar' , para pedagang yang dulu menempati lapaknya, seperti terusir. Karena sebentar lagi lahan yang terbakar itu akan dibangun mal-mal atau plaza.
Say with flowerSay with flowerDi sinilah permainan para bandit kapitalis semakin menampakkan batang hidungnya. Mereka secara tidak langsung 'mengusir' para pedagang tradisional lewat tangan-tangan kekuasaan. Siapakah yang akan membela para pedagang tradisional ini? Nampaknya mereka semakin tergilas oleh jamannya sendiri.
Nah, dengan menyeruaknya pasar kaget alias pasar tumpah, wajarlah kiranya pemda Kodya Depok telah berbaik hati mempersilakan para pedagang tradisional memenuhi 'hari rayanya' di Minggu pagi. Sedangkan mereka yang merasakan kemacetan, umumnya tidak ada yang mengeluh. Soalnya, justru semakin pelan mereka jalan, semakin mempermudah mata memandang berbagai produk yang dipajang di pinggir jalan.

Related Posts

0 komentar:

Posting Komentar